Eka Tjipta Widjaja adalah seorang wirausaha yang terbilang sukses. Menjadi orang terkaya nomer 3 di Indonesia (Versi majalah Global Asia) lantas membuat saya mengambil ide untuk meresume perjalanan hidupnya untuk dijadikan bahan pembelajaran.
Terlahir di keluarga miskin pada tanggal 3 Oktober 1923 di Coan Ciu, Fujian, Republik Rakyat Cina membuat Oei Ek Tjhong (nama kecil Eka Tjipta) tumbuh menjadi anak laki-laki yang selalu berusaha dan patang menyerah.
Dengan bermodalkan hutang kepada renternir sebesar 1500$, beliau dan keluarganya bermigrasi dari China ke Makassar. Ketika tiba di Makassar Eka Tjipta yang kala itu berusia 9 tahun membantu ayahnya berdagang. Setelah dua tahun membantu ayahnya berdagang akhirnya hutangnya pun dapat terbayar pada renternir. Ketika hutangnya lunas Eka pun meminta untuk disekolahkan SD tetapi ia menolak untuk bersekolah dari kelas 1. Setelah tamat SD Eka tidak melanjutkan sekolahnya kejenjang yang lebih tinggi karena faktor ekonomi. Akhirnya Eka pun memilih untuk berjualan.
Bisnis pertamanya dilakukan eka ketika berumur 15 tahun, ketika itu Eka berjualan biskuit dan gula-gula. Tapi karena pada saat itu dia tidak mempunyai modal dia pun berinisiatif untuk mengambil secara grosir lalu dijual secara eceran, pada saat itu tentu banyak pedagang yang tidak percaya tapi Eka tidak kehilangan akal. Berbekal ijazah SD yang dia punya, akhirnya ia menukarkan ijazahnya dengan biskuit dan gula-gula.
Perlahan tapi pasti ia pun mulai merintis bisnis pertamanya. Dari berjualan menggunakan sepeda hingga membeli sebuah becak untuk membantu bisnisnya.
Sudah lebih dari 50 tahun Eka Tjipta berbisnis. Segala bentuk pengalaman pernah dijalaninya. Tidak hanya pengalaman yang manis tetapi yang pahit pun sering dirasakan oleh Eka. Tetapi kegagalan dalam berusaha dijadikanya sebagai pacuan untuk membuat usaha lain yang lebih maju. Salah satunya adalah ketika Indonesia dalam keadaan perang dengan Jepang , maka suplai bahan bangunan dan barang keperluan sangat kurang. Itu sebabnya semen, terigu, arak Cina dan barang lainnya yang ia peroleh dari puing-puing itu menjadi sangat berharga. Ia mulai menjual terigu. Semula hanya Rp. 50 per karung, lalu ia menaikkan menjadi Rp. 60, dan akhirnya Rp. 150. Untuk semen, ia mulai jual Rp. 20 per karung, kemudian Rp. 40. Kala itu ada kontraktor hendak membeli semennya, untuk membuat kuburan orang kaya. Tetapi dia menolaknya karena dia merasa akan lebih untung bila ia yang menjadi kontraktornya. Akhirnya ia pun menjajal profesi lain yaitu menjadi kontraktor. Menjadi kontraktor dilakukanya hingga semua semen habis.
Usahanya baru benar-benar melesat dan tak jatuh-jatuh setelah Orde Baru, era yang menurut Eka, "memberi kesejukkan era usaha". Pria bertangan dingin ini mampu membenahi aneka usaha yang tadinya "tak ada apa-apanya" menjadi "ada apa-apanya". Tjiwi Kimia, yang dibangun 1976, dan berproduksi 10.000 ton kertas (1978) dipacu menjadi 600.000 ton sekarang ini.
Tahun 1980-1981 ia membeli perkebunan kelapa sawit seluas 10 ribu hektar di Riau, mesin serta pabrik berkapasitas 60 ribu ton. Perkebunan dan pabrik teh seluas 1.000 hektar berkapasitas 20 ribu ton dibelinya pula. Tahun 1982, ia membeli Bank Internasional Indonesia. Awalnya BII hanya dua cabang dengan aset Rp. 13 milyar. Setelah dipegang dua belas tahun, BII kini memiliki 40 cabang dan cabang pembantu, dengan aset Rp. 9,2 trilyun. PT Indah Kiat juga dibeli. Produksi awal (1984) hanya 50.000 ton per tahun.
Sepuluh tahun kemudian produksi Indah Kiat menjadi 700.000 ton pulp per tahun, dan 650.000 ton kertas per tahun. Tak sampai di bisnis perbankan, kertas, minyak, Eka juga merancah bisnis real estate. Ia bangun ITC Mangga Dua, ruko, apartemen lengkap dengan pusat perdagangan. Di Roxy ia bangun apartemen Green View, di Kuningan ada Ambassador.
Usahanya kini tersebar dimana-mana dan membuat pria dengan usia 89 tahun menjadi orang terkaya nomer 3 di Indonesia. Kabarnya total kekayaanya adalah sebesar ± USD 3,8 milyar. Tapi dengan uang yang melimpah ruah tidak menjadikanya besar hati. Kini dia mengelola yayasan yang diberi nama Eka Tjipta Fondation. Sebuah yayasan yang sengaja dibuat untuk menolong orang-orang yang tidak mampu.
Berikut ini merupakan pesan yang disampaikan Eka “kalau hendak menjadi pengusaha besar, belajarlah mengendalikan uang. Jangan laba hanya Rp. 100, belanjanya Rp. 90. Dan kalau untung Cuma Rp. 200, jangan coba-coba belanja Rp. 210 yang ada akan celaka.”
Komentar :
Kegigihan, kerja keras, pantang menyerah serta doa merupakan kunci sukses dalam menjalani sebuah usaha. Hal ini dibuktikan oleh Eka Tjipta Widjaja. Siapa yang sangka bos besar Sinarmas Grup ini hanya memiliki ijazah SD ketika awal ia merintis bisnisnya.
Ijazah hanya selembar kertas sedangkan pantang menyerah merupakan modal utama dalam berdagang. Berkali-kali jatuh harusnya membuat kita berusaha agar tidak jatuh dengan alasan yang sama.
Jeli dalam melihat setiap peluang usaha dan semangat dari Eka merupakan hal yang patut kita contoh dalam setiap memulai usaha. Dan jangan lupa, kepercayaan konsumen adalah hal pertama yang harus kita jaga.